Dalam seni tari Bima, semua jenis tarian rakyat disebut Mpa’a ari mai ba asi (Tari diluar pagar istana). Hal ini berarti bahwa atraksi kesenian ini tumbuh dan berkembang diluar lingkungan istana, yang lazim di sebut tarian rakyat. Meskipun tarian rakyat tumbuh dan berkembang di luar istana, namun sultan melalui para seniman istana tetap mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan tarian rakyat. Dengan demikian mutu tari tetap terpelihara dan terpacu pada nilai, norma agama dan adat yang islami. (M. Hilir Ismail, 2006 : 23).
Berbicara tentang latar belakang Mpa’a Gantao sampai sekarang belum ada penjelasan yang bisa dijadikan sebagai pedoman, tetapi dari cerita yang berkembang di masyarakat Bima. Mpa’a Gantao berasal dari Sulawesi selatan yang namanya Kuntao. Mpa’a Gantao ini dimainkan pada saat islam masuk di tanah Bima. Mula-mula Kuntao atau yang dikenal di masyarakat Bima Gantao ini dimainkan oleh para pedagang dari Sulawesi untuk mengumpulkan masyarakat agar barang dagangannya terjual. Selain itu sambil berdagang saudagar-saudagar itu menyebarkan ajaran Islam di tanah Bima, Karena memang sebelumnya Dou Mbojo atau Bima masih menganut ajaran Makamba Makimbi (Animisme dan Dinamisme). Lewat pertunjukan Mpa’a Gantao ini ajaran islam mudah masuk di tanah Bima karena dalam permainan rakyat tersebut mengadung nilai-nilai filsafat islam.
Mpa’a Gantao adalah salah satu kesenian rakyat yang telah tumbuh dan berkembang sejak jaman kesultanan Bima. Atraksi kesenian ini tumbuh dan berkembang sejak jaman pemerintahan Sultan Abdul Khair Sirajuddin (1648-1685). Atraksi kesenian ini masih dikenal di masyarakat Bima, karena hingga saat ini masih tetap dipertunjukan di berbagai acara dan hajatan baik dilingkup pemerintah daerah maupun masyarakat. Biasanya Mpa’a Gantao dipertunjukan pada acara hajatan, Perkawinan maupun sunatan.
Mpa’a Gantao dimainkan oleh dua orang penari, ragam geraknya sama dengan ragam gerak Mpa’a sila, tetapi dimainkan dalam irama yang begitu cepat, begitu pula musik pengiringnya tidak jauh berbeda dengan irama musik Mpa’a Sila hanya iramanya lebih cepat. Alat musik pengiringnya adalah dua buah Genda Mbojo (Gendang), tawa-tawa, Gong serta alunan serunai khas Mbojo (Bima) yang disebut “Sarone”. Dalam satu grup Mpa’a Gantao terdiri dari lima orang pemain musik dan dua orang pemain Gantao.
Mpa’a Gantao merupakan seni bela diri yang ada pada masyarakat Bima. Mpa’a Gantao ada dua bagian, ada penari dan pemain musik yang mengiringi penari Gantao tersebut. Penari Gantao harus berpasangan tidak boleh tidak berpasangan. Mpa’a Gantao pertama kali dimainkan di tanah Bima di bawa oleh seorang perempuan. Perempuan tersebut menantang laki-laki Bima untuk adu kekuatan. Ketika ada laki-laki yang mampu mengalahkan perempuan itu maka ia siap menikah dengan laki-laki yang berhasil mengalahkannya. Mpa’a Gantao di masyarakat Bima dulu memiliki beberapa ritual, namun sekarang dianggap bertentangan dengan ajaran islam, sehingga Mpa’a Gantao terlihat seperti orang yang bermain biasa saja. Mpa’a Gantao tidak memakai pakaian adat seperti sekarang, karena dulu hanya permainan rakyat biasa untuk menghibur beberapa Rawi rasa (Upacara adat).
Mpa’a Gantao pada awalnya berasal dari orang cina yang di bawa ke Gowa Sulawesi Selatan yang namanya Kuntao. Gantao merupakan seni bela diri atau sejenis silat yang bisa menahan atau menyereng ketika ada musuh. Kuntao atau Gantao yang dikenal di masyarakat Bima masuk atau pertama kali dimainkan di tanah Bima oleh seorang perempuan. Mpa’a Gantao merupakan salah satu cara untuk menyebarkan ajaran islam ditanah Bima. Menikahnya perempuan yang memainkan Kuntao atau Gantao tadi maka islam mudah masuk ke Bima. Karena perempuan itu merupakan salah satu dari beberapa orang yang ingin menyebarkan ajaran islam di tanah Bima. Seiring dengan berjalannya waktu muncullah beberapa bunyi-bunyian yang terdengar sekitar pesisir pantai ule, bunyi-bunyian tersebut di dengar oleh masyarakat Bima yang ada disekitar pantai Ule setiap siang, malam maupun di subuh hari. Setelah mendekati asal bunyi-bunyian itu ternyata bunyi Genda (Gendang), Silu, No (Gong) yang dimainkan oleh orang-orang dari Sulawesi yang ingin berdagang sambil menyebarkan ajaran islam di tanah Bima. Masyarakat Bimapun senang dengan melihat beberapa permainan yang dimainkan sambil diiringi oleh beberapa alat musik tadi dan perlahan-lahan mulai mengikuti dan memainkannya.
Mpa’a Gantao merupakan permainan rakyat yang sering dipertunjukan pada beberapa Rawi rasa. Mpa’a Gantao tumbuh dan berkembang pada masa sultan Abil Khair Sirajuddin. Dalam gerakan Mpa’a Gantao itu sendiri memiliki makna masing-masing yang tentunya adalah bersumber dari huruf-huruf Al-Quran untuk membuat diri kita menjadi kuat. Mpa’a Gantao dalam prosesi perkawinan juga memiliki arti tersendiri yaitu dari gerakan Gantao artinya laki-laki akan selalu menjaga perempuan dari serangan apapun.