Dalam buku Seni Pertunjukan Indonesia tulisan Sal Murgiyanto (1996 : 1). Seni pertunjukan merupakan bagian dari kehidupan suatu masyarakat. Seni pertunjukan hadir ditengah-tengah masyarakat tertentu karena diperlukan oleh masyarakat bersangkutan. Tidak jarang seni pertunjukan berada dalam lingkungan suatu masyarakat untuk kebutuhan upacara tertentu. Upacara sebagai suatu tindakan yang dilakukan menurut adat kebiasaan atau keagamaan untuk menandai kekhidmatan suatu peristiwa memiliki bermacam-macam aturan serta sarana dalam menjalankannya. Diantara sarana yang diperlukan untuk memenuhi upacara dapat berupa seni pertujukan.
Seni adalah merupakan padanan kata Performing arts, yaitu “seni-seni”, seperti tari, drama dan musik yang melibatkan di depan penonton. Batasan ini pengertian yang baku ternyata adalah orang-orang yang ingin memperlihatkan keterampilannya dan adanya penonton yang bersedia menyaksikan pameran keterampilan tersebut, dan bukan apakah pameran keterampilan dilakukan di dalam atau di luar gedung.
Dalam pementasan atau pertunjukan ada beberapa unsur pembentuk seni pertunjukan yaitu:
1. Cerita yaitu isi cerita yang ditampilkan merupakan suatu konflik antara pelaku-pelakunya. Cerita dapat berbentuk dialog yang disusun dalam suatu naskah.
2. Pelaku atau pemain yaitu pelaku (pemain drama, actor, aktris) mempunyai dua alat untuk menyampaikan isi cerita kepada para penonton yaitu ucapan dan perbuatan.
3. Panggung atau tempat yaitu panggung merupakan tempat pementasan atau tempat para pelaku mengekspresikan watak tokoh sesuai dengan isi cerita. Panggung fungsinya memperkuat dan mempermudah gambaran isi cerita.
4. Penonton (audience) yaitu penonton harus di bentuk untuk mendukung kelangsungan hidup pertunjukan.
5. Sutradara yaitu bertugas untuk mewujudkan isi cerita kepada para penonton melalui ucapan dan perbuatan (Casting) para pelaku di panggung. (Sal Murgianto, 1996 : 165).
Seni pertunjukan di Indonesia berangkat dari suatu kondisi yang tumbuh dalam lingkungan-lingkungan etnik yang satu sama lainnya memiliki ciri khas masing-masing. Dalam lingkungan-lingkungan etnik tersebut, adat atau norma dari hasil kesepakatan bersama yang terjadi secara turun temurun mengenai sikap dan perilaku memiliki pengaruh yang sangat dominan untuk menentukan mati hidupnya kesenian. Dengan demikian proses yang terjadi di adat yang seperti ini dapat dikatakan sebagai landasan eksistensi yang paling urgen bagi pementasan-pementasan seni pertunjukan. (Hardiana, 1995 : 46).
Hasil karya seni akan berfungsi apabila anggota masyarakat mempunyai kepentingan akan kehadiran kesenian itu di tengah-tengah masyarakat khususnya Mpa’a Gantao. Hal ini tergantung dari kebutuhan masyarakat pada saat mana Mpa’a Gantao dibutuhkan oleh masyarakat khususnya masyarakat Bima.
Pertunjukan tidak dapat dilaksanakan secara perorangan, namun melibatkan keberadaan orang banyak atau kelompok yang mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda, dan masih dalam koordinasi serta kebersamaan akan tanggung jawab. Dalam penyelenggaraan diharapkan dapat berhasil dengan baik. Untuk mencapai keberhasilan tersebut diperlukan perencanaan yang matang, program yang cermat, teliti, dan terarah yang sesuai dengan tujuan. Secara garis besar, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan perunjukan adalah maksud dan tujuan, perencanaan jadwal kegiatan, persiapan, pelaksanaan pergelaran, evaluasi, dan laporan penyelenggaraan.