Merunut pada perkembangan
sejarahnya, Bima telah mengalami bermacam-macam bentuk dan sistem pemerintahan
yang disesuaikan dengan tatanan masyarakat pada masing-masing zamannya. Sistem
politik dan pemerintahan yang pernah tumbuh dan berkembang dalam sejarah Bima
adalah Masa Naka, Masa Ncuhi, Masa Kerajaan, Masa Kesultanan, Masa Swapraja,
Masa Swatanra, Masa Kabupaten Dati II. ( Hilir Ismail: 2004)
Sejarah
terus bergulir seirama dengan perjalanan hidup dan kehidupan manusia sebagai
subjek dan objek sejarah. Generasi kini kita harus berterimakasih kepada para Ncuhi yang telah berhasil menggoreskan
sejarah indah bagi masa depan negerinya. Seiring dengan perkembangan peradaban
sistem politik pemerintahan pun berubah dari masa Ncuhi ke sistem pemerintahan yang baru dikenal dengan kerajaan, di
bawah pimpinan seorang tokoh yang di pilih melalui Mbolo ro dampa (musyawarah) yang dilandasi asas kekeluargaan. Tokoh
yang dipilih sebagai kepala pemerintahan itu di beri gelar Sangaji (raja). Dalam menjalankan tugasnya ia harus berpedoman pada
nilai dan norma agama serta sistem budaya yang harus menjunjung tinggi asas
musyawarah dan semangat gotong royong.
Perkembangan
masa pemerintahan selanjutnya yaitu pemerintahan kesultanan yang berdasarkan
ajaran Islam dan adat yang Islami selama berlangsung. Para Sultan bersama ulama
berhasil mengukir sejarah yang gemilang, pada masa itu Islam mengalami
kejayaan, Bima tersohor sebagai pusat penyiaran Islam di wilayah Nusantara bagian
Timur. Rakyatnya terkenal sebagai penganut agama Islam yang taat. Kedatangan
Islam di Bima yang terjadi pada abad ke-17M membawa perubahan dan perkembangan
dalam kehidupan masyarakat dalam segi sosial budaya, politik, dan agama.
Masa kesultanan Bima ajaran Islam memberikan
inspirasi sebagai sumber undang-undang dan peraturan dalam kerajaan yang diatur
menurut tata cara Islam. Sehingga dalam kehidupan masyarakat dalam beberapa
aspek diwarnai dan dijiwai oleh ajaran Islam. Karena itu masyarakat Bima dewasa
ini memiliki adat istiadat yang bercorak Islam sebagai warisan yang diterima
secara turun temurun yang berlaku sejak zaman kesultanan Bima.
Pergeseran
kekuasaan dari pemerintahan kesultanan menjadi sistem pemerintahan yang
demokratis yaitu pemerintahan Kabupaten Bima tidak terlepas dari peranan
Kesultanan Bima. Dengan Undang-undang Nomor: 69 Tahun 1958 sebagai salah satu
daerah kabupaten Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah suatu daerah yang berasal
dari daerah Swapraja Kesultanan Bima. (Siti Maryam Salahuddin, 2014: 5)
Wilayah-wilayah
yang dahulunya dikuasai oleh pemerintah kesultanan, kemudian bergabung menjadi
bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selama periode tersebut
dapat dikatakan bahwa pemerintahan kesultanan praktis sudah mati. Pada tahap
perkembangan selanjutnya terjadi pemisahan wilayah antara Kota Bima dan
Kabupaten Bima.. Kota Bima awalnya merupakan kota administrasi Bima
yang terbentuk pada 10 April 2002 melalui Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun
2002 tentang Pembentukan Kota Bima. Berbagai pertimbangan mendasari pembentukan
Kota Bima yang merupakan perwujudan dari aspirasi masyarakat, khususnya
masyarakat Kota Bima. Pertimbangan-pertimbangan tesebut pada dasarnya terkait
dengan pertimbangan politis dan pertimbangan pengembangan ekonomi dan
pembangunan regional dalam rangka mendukung percepatan pembangunan di Provinsi
Nusa Tenggara Barat (NTB).