Skip to main content

SISTEM PERNIKAHAN DAN STRUKTUR MASYARAKAT BIMA

Pernikahan adalah ikatan sosial atau ikatan peranjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi  yang biasanya intim dan seksual. Pernikahan umumnya dimulai dan diresmikan dengan upacara Pernikahan. Umumnya Pernikahan dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga. Tergantung budaya setempat bentuk Pernikahan bisa berbeda-beda dan tujuannya bisa berbeda-beda juga.

Pernikahan bukanlah perkara yang sekali jadi, namun membutuhkan proses yang terkadang panjang dan melelahkan. Namun hal tersebut harus dilakoni oleh semua pihak yang terlibat. Bila tidak dilakoni, meski tidak ada aturan yang melarang, namun hal tersebut sudah mencerminkan pelanggaran adat dan kebiasaan yang terkadang mendapatkan sanksi moral dari masyarakat sendiri.

Pernikahan dalam masyarakat  Bima dikenal dengan istilah Nika (Pernikahan). Nikah menurut bahasa artinya menghimpun, sedangkan menurut terminologi berarti akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim dan menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya. Pernikahan dalam arti luas adalah suatu ikatan lahir bathin antara dua orang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga dan untuk mendapatkan keturunan yang dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan syariat islam.  

Umumnya Pernikahan di Bima dilangsungkan setelah musim panen. Juga pada bulan-bulan yang bersejarah menurut agama Islam, misalnya: bulan Maulud, bulan Rajab, dan bulan Zulhijah. Adanya pemilihan bulan-bulan tersebut terletak pada faktor ekonomis, yaitu ketepatan pada bulan-bulan tersebut terjadi musim panen. Kecuali bulan-bulan yang disebutkan tadi, juga ada bulan yang merupakan pantangan untuk dilangsungkan Pernikahan. Bulan tersebut adalah bulan Zulqaidah. Dalam anggapan orang Bima bulan ini disebut Wura Hela. Wura (Bulan), Hela (kosong).

Prosesi Pernikahan adat masyarakat  Bima dilakukan dalam upacara sebagai berikut:

1.)  Mada Rawi (Acara Inti)

Merupakan acara inti dalam upacara Pernikahan. Dalam Mada Rawi terdapat beberapa prosesi sesuai dengan hasil Mbolo Ro Dampa (musyawarah) maka diadakan upacara:

a)      Wa’a Masa Nika (Pengantaran emas nikah atau mahar). Upacara dilaksanakan sore hari setelah sholat ashar, diikuti oleh keluarga, ompu panati, ulama, tokoh adat dan para kerabat.  Para orang tua adat bersama sanak saudara akan berangkat ke rumah orang tua si gadis untuk membawa Masa Nika dengan segala barang kebutuhan Pernikahan yang disambut oleh pertunjukan kesenian tradisional daerah Bima.

b)      Kalondo Dou Di Wei (Pengantaran calon istri). Sebelum upacara Kapanca diadakan yang dilakukan adalah Kalondo Dou Di Wei. Kalondo Dou Di Wei ialah upacara pengantaran calon pengantin wanita dari rumah orang tuanya menuju Uma Ruka.  Usungan calon pengantin wanita diantar oleh sanak saudara serta handai tolan.

c)   Kapanca (Penempelan inai) upacara penempelan inai ditelapak tangan calon pengantin putri. Dilakukan oleh lima orang tua adat perempuan secara bergilir. Upacara Kapanca diiringi dengan Jiki Kapanca tanpa iringan musik. Syair dzikir berisi pujian atas kebesaran dan kemuliaan Allah dan Rasul. Setelah upacara Kapanca akan dilanjutkan dengan atraksi beberapa kesenian. Di atas rumah akan dipergelarkan Hadrah sampai larut malam. Dihalaman rumah berlangsung pertunjukan Mpa’a Gantao sebagai hiburan.

Tujuan Kapanca ialah merupakan peringatan bagi calon pengantin wanita, bahwa sebentar lagi ia akan menjadi ibu rumah tangga. Sebab itu tangan yang halus mulus akan selalu berlumur keringat dan darah. 

d)   Lafa (Akad nikah). Keesokan harinya setelah upacara kapanca maka akan dilaksanakan lafa. Lafa atau akad nikah merupakan acara kunci dalam upacara Pernikahan. Pada intinya akad nikah adalah upacara keagamaan untuk pernikahan antara dua insan manusia. Melalui akad nikah, maka hubungan antara dua insan yang saling bersepakat untuk berumah tangga diresmikan di hadapan manusia dan Tuhan. Akad nikah dilakukan pada tempat-tempat seperti: dalam ruangan masjid, di rumah mempelai wanita (lebih di sukai) di rumah mempelai pria (jika kediaman mempelai wanita dirasa kurang pas).

e)  Tawori atau Pamaco yaitu upacara ramah tamah kedua pengantin dengan sanak saudara. Seluruh keluarga datang memberikan sumbangan kepada kedua pengantin. Sebelum berlangsung upacara Tawori diadakan upacara Bobo Oi Ndeu kedua pengantin dimandikan oleh Ompu Panati dengan Oi Roa Bou (air yang disimpan dalam periuk baru) dicampur dengan bunga jempaka atau mundu. (Hilir Ismail, 2006: 56).

Prosesi Pernikahan adat masyarakat Bima saat ini sudah ada beberapa prosesi yang tidak dilaksanakan lagi. Kehidupan sehari-hari yang serba modern turut mempengaruhi beberapa tatanan upacara Pernikahan adat orang Bima. tahap perkembangan ilmu pengetahuan serta pembangunan di bidang pendidikan di daerah Bima khususnya di wilayah Kota Bima. kemajuan pendidikan tersebut memberikan pengaruh terhadap budaya Pernikahan orang Bima saat ini, perubahan sederhananya seperti dalam mahar seorang perempuan akan berbeda ketika tingkat pendidikannya tinggi. Disisi lain perkembangan teknologi dan modernisasi cukup memberikan dampak terhadap nilai-nilai budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat Bima.

b.    Struktur masyarakat

Pada masa pemerintahan kesultanan, penggolongan masyarakat Bima masih dalam keadaaan seperti dalam masa sebelumnya. Menurut sumber yang ditulis oleh Ahmad Amin masyarakat Bima diformulasi dengan dengan tegas pada pemerintahan Sultan Abdul Hamid (1792-1819) dan bahkan diekspresikan dengan lambang-lambang pemerintahan pada tanggal 22 Dzulkaidah 1203 H (14 Agustus 1788). Di dalam lambang itu diungkap mengenai adanya empat golongan masyarakat Bima yaitu:

1) Golongan Raja-raja adalah golongan yang menduduki tingkat teratas dalam struktur masyarakat Bima. Golongan ini menuntut secara turun temurun sebagai golongan yang menjadi keturunan Sang Bima (mempunyai garis keturunan Sang Bima). Raja atau calon pengganti raja selalu dipilih dari garis keturunan laki-laki saja, karena keturunan pihak perempuan tidak mempunyai hak untuk menjadi raja.

2)  Golongan Bangsawan adalah golongan masyarakat  Bima yang berada dibawah tingkat raja-raja. Keturunan bangsawan memangku tingkat jabatan tertentu dalam pemerintahan secara turun-temurun sehingga keturunan selanjutnya dimungkinkan untuk mempunyai anggapan bahwa memangku jabatan itu adalah pengakuan hukum bagi kelanjutan kebangsawananya.

3)  Golongan pegawai istana adalah kelompok masyarakat biasa yang diangkat untuk bekerja sesuai dengan perintah istana dalam kadar keahliannya di dalam lingkungan Istana. Mereka dianggap sebagai kelompok masyarakat tersendiri, karena golongan ini terdiri dari pegawai rendahan, pesuruh atau tukang untuk melaksanakan pekerjaan tertentu di luar atau di dalam istana.

4) Golongan rakyat biasa adalah masyarakat yang tidak termasuk di dalam salah satu dari golongan raja-raja, bangsawan atau pegawai istana. Penggolongan masyarakat  Bima yang demikian cenderung menempatkan rakyat biasa sebagai golongan terendah (Abdul Gani Abdullah, 2004: 105).

Sebagai daerah Kesultanan Islam, maka pelapisan yang nampak sekarang merupakan pelapisan yang diwarisi pada saat daerah tingkat II Bima yang berstatus Kerajaan. Dalam penyebutan atau pelapisan dalam masyarakat pada pemerintahan dulu ada empat tingkatan, yaitu:

1)  Tingkat Ruma merupakan lapisan yang paling tinggi dalam masyarakat Bima, yaitu orang-orang dari keturunan Sultan. Kelompok sultan itu bergelar Ruma Sangaji, sedangkan permaisurinya bergelar Ruma Paduka.

2)   Tingkat Rato, ialah lapisan masyarakat yang berasal dari keturunan Ruma Bicara sampai kepada Jeneli (Camat). Ruma Bicara adalah sebagai pelaksana pemerintahan yang mengemban perintah-perintah sultan. Setiap perintah sultan tidak langsung kepada rakyat, tetapi melalui Ruma Bicara.

3)  Tingkatan Uba ialah lapisan ini terdiri dari orang-orang yang berasal dari turunan Gelarang (Kepala Desa), Pamong dan lain-lain dari stafnya.

4)  Tingkatan Ama. Lapisan ini merupakan tingkat yang paling rendah yaitu masyarakat awam. Tetapi lapisan sosial ini merupakan induk dari segala tingkatan masyararakat dan mencakup semua yang ada. (M. Fachrir Rachman, 48: 2009)

Popular posts from this blog

FAKTOR PENYEBAB DAN PROSES TRANSFORMASI BUDAYA

Transformasi budaya diawali oleh adanya unsur keterbukaan, baik yang dipaksakan maupun yang dikarenakan oleh karakter khas kebudayaan tertentu yang mudah menerima kehadiran budaya asing. Pergeseran-pergerseran yang terjadi antara setiap subbudaya kerap berjalan tidak sejalan, ada yang secara rupa sangat cepat, namun secara teknologis agak tertinggal, ada pula yang secara keseluruhan fisik telah bergeser jauh ke depan, tetapi secara mentalitas masih terbelakang. Mengamati fenomena budaya, proses transformasi juga dapat diamati pada pergeseran nilai estetik. Pergeseran nilai estetik memiliki ketertautan dan keterkaitan secara langsung dengan proses transformasi budaya sebuah bangsa yang dipicu oleh adanya keterbukaan budaya, sesuai dengan pendapat (Agus Sachari, 83: 2005) Hal itu telah dibuktikan melalui perjalanan historis teraga di indonesia, sejak masa prasejarah, Hindu-Budha, Islam, masa kolonial hingga masa Orde Baru. Hal yang sama juga terjadi pada proses transformasi bangsa E...

LATAR BELAKANG MPA'A GANTAO DI MASYARAKAT BIMA

Dalam seni tari Bima, semua jenis tarian rakyat disebut Mpa’a ari mai ba asi (Tari diluar pagar istana). Hal ini berarti bahwa atraksi kesenian ini tumbuh dan berkembang diluar lingkungan istana, yang lazim di sebut tarian rakyat. Meskipun tarian rakyat tumbuh dan berkembang di luar istana, namun sultan melalui para seniman istana tetap mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan tarian rakyat. Dengan demikian mutu tari tetap terpelihara dan terpacu pada nilai, norma agama dan adat yang islami. (M. Hilir Ismail, 2006 : 23). Berbicara tentang latar belakang Mpa’a Gantao sampai sekarang belum ada penjelasan yang bisa dijadikan sebagai pedoman, tetapi dari cerita yang berkembang di masyarakat  Bima. Mpa’a Gantao berasal dari Sulawesi selatan yang namanya Kuntao. Mpa’a Gantao ini dimainkan pada saat islam masuk di tanah Bima. Mula-mula Kuntao atau yang dikenal di masyarakat  Bima Gantao ini dimainkan oleh para pedagang dari Sulawesi untuk mengumpulkan masyarakat agar barang d...